Bisnis.com, JAKARTA — Meski secara kinerja hingga akhir tahun lalu perseroan masih belum membukukan laba, saham calon emiten e-commerce PT Bukalapak Tbk. diprediksi bakal laris manis diborong investor.
Berdasarkan dokumen Mini Public Expose Mei 2021 yang diperoleh Bisnis, Bukalapak bakal menjalani masa bookbuilding & roadshow mulai 28 Juni 2021 dan direncanakan melantai di Bursa Efek Indonesia pada 29 Juli 2021.
Perusahaan yang saat ini dipimpin oleh Rachmat Kaimuddin ini bakal mencatatkan diri dengan kode ticker “BUKA” dan melepas sebanyak-banyaknya 25 persen dari total modal yang disetor dan ditempatkan.
Sementara itu, dalam dokumen yang sama juga perusahaan membeberkan kinerja keuangannya selama 3 tahun terakhir, yang mana per akhir 2020 lalu Bukalapak masih mencatatkan rugi sekitar Rp168 miliar karena beban yang lebih tinggi dari pendapatan.
Akan tetapi jika dilihat dari tahun ke tahun, rugi Bukalapak terpantau kian mengecil. Sebagai gambaran, per akhir 2018 perseroan mencatat rugi Rp1,71 triliun, lalu per akhir 2019 sebesar Rp1,25 triliun, dan akhirnya pada akhir 2020 sebesar Rp168 miliar.
Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, meski perseroan masih berada dalam posisi rugi, daya tarik saham Bukalapak pada momen IPO mendatang masih tinggi karena tren sektor teknologi memang tengah diminati.
“Sebenernya tetap menarik karena teknologi sektornya sedang naik. Perusahaan teknologi itu orang expect untuk jangka panjang. Meski belum akan untung di jangka pendek tapi orang tetap beli, tentu dengan hati-hati,” ujar ketika dihubungi Bisnis, Rabu (23/6/2021)
Hans mengatakan, setelah IPO perusahaan biasanya bisa lebih fokus mengambangkan bisnisnya demi mendapat profit sebagai bentuk tanggung jawab karena telah dimiliki publik. Di sisi lain, dana segar dari IPO pun dapat digunakan untuk bahan bakar ekspansi.
Secara umum, Hans memperkirakan pencatatan Bukalapak di bursa akan disambut positif oleh pelaku pasar karena memang rencana IPO unicorn telah ditunggu-tunggu tahun ini, apalagi selama ini pilihan saham teknologi masih terbatas.
Di sisi lain, kehadiran Bukalapak di pasar modal berpotensi menarik banyak investor baru, terutama para pengguna aplikasi e-commerce tersebut sehingga potensi penyerapan sahamnya akan lebih besar.
“Jadi penyerapannya saya kira akan cukup baik ya, tapi tentu kita juga harus melihat prospektusnya, lalu bagaimana harganya, dan valuasinya. Tapi secara umum sih akan laku di pasar,” ujar Hans.
Sementara itu, Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan jika dilihat dari kacamata konvensional, kondisi fundamental perusahaan yang masih merugi akan mengurangi daya tarik sahamnya ketika IPO.
“Menarik nggak itu harus tergantung fundamental, kemudian pricing harganya. Lihat juga histori kondisi perusahaannya, kinerja keuangan, prospek ke depan seperti apa. Nanti baru terlihat dari prospektusnya,” ujar Reza, Rabu (23/6/2021)
Dia juga mengatakan investor khususnya kalangan ritel juga perlu mewaspadai tren kenaikan harga yang terjadi untuk saham-saham teknologi, apakah benar-benar sesuai dengan fundamental emiten atau hanya karena digerakkan oleh market maker semata.
Meski Masih Rugi, Saham Bukalapak (BUKA) Bakal Layak Koleksi, Ini Alasannya! - Bisnis.com
Read More
No comments:
Post a Comment