JAKARTA, KOMPAS.com - Seiring dengan berkembangnya teknologi, pilihan instrumen investasi semakin beragam. Financial technology atau fintech peer to peer lending (P2P) merupakan salah satu instrumen investasi hasil dari perkembangan teknologi.
Platform P2P lending saat ini juga semakin diminati oleh para investor untuk menempatkan dananya.
Pasalnya, investor hanya perlu memasukan dananya ke dalam platform fintech, kemudian dana akan dikelola dan disalurkan oleh aplikator kepada debitur. Setelah itu investor hanya tinggal menunggu saja keuntungan dari bunga hasil penempatan dana yang dilakukan.
Selain itu, bunga yang ditawarkan oleh fintech P2P pun relatif lebih tinggi dibanding bunga deposito perbankan. Kedua hal tersebut menjadi daya tarik utama dari platform P2P lending.
Baca juga: Menteri PPN: 2022 Jadi Tahun Penting untuk Pemulihan Ekonomi
Namun demikian, potensi gagal bayar dari debitur menjadi risiko tersendiri bagi P2P lending. Apalagi pada tahun lalu, kredit bermasalah P2P lending sempat mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19.
Walaupun demikian, dengan terus membaiknya kondisi perekonomian nasional, P2P lending dinilai menjadi salah satu instrumen investasi yang menjanjikan.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
Perencana keuangan Andi Nugroho mengatakan, seiring dengan tumbuhnya daya beli masyarakat, permintaan kredit diproyeksi akan terus tumbuh. Ini membuat P2P lending menjadi instrumen investasi yang menarik.
"Kalau ditanya apakah potensial? Iya potensial. Cuma kita perlu lebih berhati-hati sebelum kita investasi di P2P lending yang kita inginkan," ujarnya kepada Kompas.com, Senin (30/8/2021).
Andi meminta investor untuk menganalisis terlebih dahulu platform P2P lending yang diinginkan. Salah satu indikator yang dapat dengan mudah dicari tahu oleh investor ialah, TKB90, yaitu tingkat keberhasilan penyelesaian kewajiban pinjaman selama 90 hari.
Baca juga: Kementan Gelar Bimtek On The Spot, 4 Petani Ini Bagikan Pengalamannya
"Potensi kerugian tetap ada, tapi bagaimana cara kita menghindarinya," ujarnya.
Di tengah tren pemulihan ekonomi, Andi merekomendasikan platform fintech P2P lending yang berfokus pada kredit konsumer. Pasalnya, permintaan pembiayaan pada sektor ini diprediksi bakal tumbuh, selaras dengan pulihnya daya beli masyarakat.
Selain itu, Ia menyarankan komposisi investasi sebesar 30 persen untuk P2P lending, 30 persen untuk investasi risiko rendah seperti obligasi atau deposito, dan 40 persen investasi risiko moderat seperti saham atau reksa dana.
"Risiko memang lebih tinggi. Tapi kendali sepenuhnya di tangan kita," ucapnya.
Baca juga: BPS: Pandemi Bikin Banyak Anak Muda Jadi Pengangguran
Pandemi Masih Nyata, Investasi P2P Lending Masih Menarik? - Kompas.com - Kompas.com
Read More
No comments:
Post a Comment