Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) angkat bicara perihal rencana bank sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve/The Fed) yang akan mempercepat normalisasi kebijakan moneternya.
Isu pengetatan alias tapering off memang mulai bertebaran setelah perekonomian AS semakin sehat. Pemulihan setelah dihantam pandemi virus corona (Covid-19), pemulihan ekonomi negeri adi daya berlangsung begitu cepat.
Bukan tidak mungkin, pengurangan quantitative easing (QE) berada di depan mata. Namun, otoritas moneter domestik masih melihat situasi yang saat ini dihadapi masih bersifat dinamis.
"Saya yakini situasi ini masih sangat dinamis dan data dependent [tergantung data ekonomi]," kata Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (8/6/2021).
Hariyadi mengemukakan data inflasi AS pad April memang naik. Situasi ini, tentu saja dapat membuat The Fed, bank sentral AS, kembali memberlakukan kebijakan moneternya dengan cepat.
"Tapi kami yakin ini sebuah proses yang masih sangat dinamis," katanya.
Adapun Departemen Tenaga Kerja AS telah melaporkan sepanjang Mei terjadi penambahan tenaga kerja di luar sektor pertanian sebanyak 559.000, di bawah estimasi pasar. Situasi ini, kata Hariyadi, tentu juga menjadi pertimbangan,
"Tentu Fed akan sangat berhati-hati dan beberapa variabel akan dipantau," katanya.
Tapering merupakan kebijakan mengurangi nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) bank sentral AS. Ketika hal tersebut dilakukan, maka aliran modal akan keluar dari negara emerging market dan kembali ke Negeri Paman Sam. Hal tersebut dapat memicu gejolak di pasar finansial yang disebut taper tantrum.
Taper tantrum pernah terjadi pada periode 2013-2015, dan rupiah menjadi salah satu korbannya. Selama periode tersebut nilai tukar rupiah merosot lebih dari 50%.
[Gambas:Video CNBC]
(tas/tas)
Market Ada 'Hantu' Tapering, BI: Situasinya Masih Sangat Dinamis! - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment