Di salah satu pojok asrinya kawasan Wyata Guna di Kota Bandung, terdapat perpustakaan yang dikelola Kementerian Sosial (Kemensos) Republik Indonesia. Dari luar, gedung itu terlihat seperti perpustakaan pada umumnya. Namun, perpustakaan itu menjadi sangat unik lantaran dikhususkan untuk tunanetra.
Perpustakaan Braille yang berada di bawah naungan Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) Abiyoso itu terletak di Jalan Pajajaran No. 5, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Perpustakaan tersebut menyimpan lebih dari 10.000 koleksi buku dengan huruf braille.
Pustakawan Perpustakaan Braille, Desak Gede Delonix (24) menyebut rata-rata buku yang terdapat dalam perpustakaan tersebut diproduksi sendiri oleh Kantor Pusat BPBI Sentra Abiyoso yang terletak di Jalan Kerkof No. 21, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
"Produksi (bukunya) dari kita. Produksinya itu di sana di Abiyoso, di Jalan Kerkof Cimahi situ. Ini tuh perpustakaannya aja gitu, layanannya di sini," ucap perempuan yang akrab disapa Onix itu kepada detikJabar, Senin (22/8/2022).
Menurut Onix, tempat ini adalah satu-satunya perpustakaan braille di Indonesia. "Nggak ada (perpustakaan lain), cuman di sini aja se-Indonesia, ini lembaganya di bawah Kemensos kan," katanya.
Perpustakaan braille di Wyata Guna Bandung. Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar
|
Dengan segudang koleksi buku dari berbagai kategori, perpustakaan braille ini juga memiliki kumpulan buku bicara dalam bentuk compact disc (CD). Bahkan, buku bicara itu juga diproduksi sendiri
"Di sini sekitar 10 ribuan (buku) ada. Kategorinya macam-macam, ada agama, kamus, fiksi. Tapi itu dari 10 ribu-an buku braile, yang buku bicaranya sekitar 600-an. Dibuatnya di atas sini di lantai duanya," ujar Onix.
Meski memiliki keterbatasan, Onix menyebut terdapat beberapa tunanetra yang datang sendiri. Selain itu, mereka juga dapat mengambil buku sendiri di rak buku. Namun, Onix juga senang membantu pengunjung yang meminta tolong untuk diambilkan suatu buku.
"Tergantung permintaan mereka, kalau orang tunanetra kan ada yang mau dituntun (dan) ada yang nggak. Kadang sih kalau di kita mah diambilin aja bukunya, biar nggak ribet gitu. Tinggal kasih tau aja mau bukunya apa gitu," tutur perempuan muda itu.
Bahkan, buku atlas yang sepenuhnya berisi huruf braille pun tersedia di sini. Agar lebih mudah dipahami, pembuat atlas tersebut membuat kontur-kontur tertentu pada peta Indonesia dalam buku itu.
"Ini mah atlas, isinya sama kayak umumnya, cuman ini mah braille. Kalau braille ini yang tulisannya cuma di satu halamannya aja, karena kan timbul-timbul tulisannya," ucap Onix.
Tulisan braile tersebut hanya dapat ditulis pada salah satu sisi halaman buku karena adanya tekstur timbul yang menembus halaman dibaliknya.
Desak Gede Delonix , pustakawan perpustakaan braille di Wyata Guna Bandung. Foto: Cornelis Jonathan Sopamena/detikJabar
|
Sementara selama setahun setengah bekerja di perpustakaan braille itu, Onix mengaku mayoritas pengunjung yang ditemuinya justru berasal dari kalangan dewasa yang sudah berumur di atas 40 tahun. Namun, ia merasa hal tersebut masih berkaitan dengan pandemi Covid-19.
"(Yang datang biasanya) umuran orang tua, 40an. Kalau untuk saat ini karena pandemi, seringnya umuran orang tua, 40-an. Sebelum pandemi itu saya kan belum masuk ya, jadi nggak tahu persis, tapi kalau menurut cerita pegawai di sini sih ini (mayoritas) anak SLB (dan)anak sekolah," tuturnya.
Selain berakibat pada perbedaan umur pengunjung, pandemi juga berdampak pada jumlah pengunjung yang datang. "Kadang ada, kadang nggak kalau lagi pandemi gini. Makanya paling cuman satu (atau) dua orang. Kalau sebelum pandemi sih banyak kata pegawai disini," lanjutnya.
Bagi Onix, perpustakaan ini memiliki nilai yang sangat penting bagi masyarakat luas, khususnya tunanetra. Sebab, perpustakaan braille ini hanya ada satu di Indonesia.
Selain itu, perpustakaan ini juga bisa menjadi akses layanan buku termudah para tunanetra di kawasan Bandung dan sekitarnya. Pasalnya, dibutuhkan waktu yang relatif lama bagi para tunanetra yang ingin dikirim buku gratis dari BPBI.
"Perpustakaan ini tuh satu-satunya di Indonesia kan, jadi biar orang-orang tunanetra bisa mengakses bahan bacaannya. Walaupun, di sana (Sentra Abiyoso) pun bisa minta (buku), dikasihnya pun gratis, cukup kasih KTP sama alamat aja," tuturnya.
Selain menyediakan berbagai buku, pengunjung perpustakaan braille juga dapat mengakses mesin tik, berlatih menulis huruf braille, dan berlatih membaca huruf braille.
"Di sini ada juga mesin tik kayak jaman dulu. Ini ada rumusnya untuk mengetik setiap hurufnya perlu menekan angka berapa. Ini juga ada alat untuk anak kecil belajar braille," ucap Onix.
"Ini juga ada alat yang buat tulisnya, jadi nanti di colok gitu. Dari sini (kanan) harusnya nulisnya. Jadi braille kan bacanya dari kiri ke kanan, karena ini timbul-timbul jadi menulisnya harus di halaman belakangnya dan dari kanan. (Arah) pas nulis mah kebalikan (dari saat membaca)," pungkasnya.
(orb/orb)Surganya Buku Braille di Kota Bandung - detikcom
Read More
No comments:
Post a Comment