REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan ke depannya ancaman varian baru Covid-19 masih akan tetap ada. Karenanya, masih ada tantangan yang harus dihadapi dalam menjalani pandemi.
"Ancaman varian covid ke depan adalah kecenderungan lebih cepat menular, lebih berat di saluran napas atas, dan menurunkan efikasi antibodi," kata Dicky kepada Republika, Kamis (3/3).
Pemerintah dan masyarakat, harus melakukan tindakan adaptif dengan menjalan menjalankan pola hidup sehat. Mengingat, berbagai penyakit termasuk Covid-19 mudah menyerang saat kondisi tubuh tak sehat dan imunitas melemah.
"Harus ada tidakan adaptif merespons situasi hidup dengan COVID, dalam artian hidup lebih sehat. Sanitasi hingga kualitas udara di lingkungan dan perkantoran perlu dijaga," ucap Dicky.
Karena, sambung Dicky, bila lemah dalam menjalankan pola hidup sehat sama saja dengan membiarkan virus ini bersirkulasi."Kalau lemah di 3T, 5 M, vaksinasi. Salah satunya ketidaksetaraan vaksinasi. atau ketika ada kantong wilayah atau negara yamg menjadi lahan subur virus ini bersirkulasi maka akan terus bermunculan varian baru," tuturnya.
Ia pun memberi contoh perang di Ukraina saat ini juga dapat mempermudah virus bersirkulasi dan situasi tersebut sangatlah berbahaya. "Kondisi perang di Ukraina saat ini itu berbahaya karena nisa ada varian baru, rekombinan atau bahkan adanya ancaman virus baru," ujarnya.
Oleh karenanya, pemerintah, perlu melakukan berbagai langkah mitigasi. Di antaranya adalah memperkuat kesetaraan akses layanan kesehatan masyarakat, khususnya kelompok rawan dan berisiko tinggi.
"Hal ini termasuk responsivitas dari kebijakan yang responsif, dalam hal ini sudah mengantisipasi dari jauh hari. Beda dengan reaktif, yang sudah ada kejadiannya, kebijakannya baru dibuat," kata dia.
Selain itu, perlu juga adanya penguatan manajemen data yang mencakup sistem pelaporan temuan kasus Covid-19, baik infeksi, kesakitan, kematian. "Kita sadari, kita dibanding negara lain, tak usah jauh-jauh, dengan Singapura, sistem manajemen data kita masih lemah," tegas Dicky.
Juru Bicara Vaksinasi COVID-19, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, pembelajaran pandemi COVID-19 selama dua tahun ini sangat banyak. Pertama adalah pentingnya kolaborasi.
"Tidak mungkin Kemenkes mampu bekerja sendirian menangani pandemi ini. Kita harus inklusif dan bekerja sama dengan banyak pihak, termasuk para ahli, media, tokoh masyarakat, tokoh agama, organisasi masyarakat, dan instansi pemerintah lintas sektor," kata Nadia.
Pentingnya kolaborasi ini termasuk dalam hal mempercepat laju vaksinasi COVID-19. Selain kolaborasi, Nadia juga melihat pandemi menunjukkan pentingnya penguatan layanan kesehatan hingga ke daerah-daerah.
“Penguatan layanan kesehatan tentunya sangat krusial di masa pandemi, terutama layanan kesehatan yang mampu menjangkau masyarakat yang berada di pelosok daerah. Sepanjang pandemi, kami terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan dinas kesehatan di seluruh Indonesia untuk memastikan kita memiliki layanan kesehatan yang mampu memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat,” tutur Nadia.
Nadia juga mengingatkan peran penting masyarakat untuk membantu pemerintah menangani pandemi. “Perjuangan kita belum selesai dan kita tidak boleh patah semangat. Sudah banyak keberhasilan yang kita peroleh selama 2 tahun ini, namun kami masih butuh bantuan dan dukungan masyarakat. Menjalankan protokol kesehatan dan melengkapi vaksinasi agar kita dapat segera mencapai minimal 70 persen dari total target vaksinasi nasional,” ujar Nadia.
Epidemiolog: Ancaman Varian Baru Covid-19 Masih Tetap Ada - Republika Online
Read More
No comments:
Post a Comment