Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah perusahaan pengelola dana (fund) global tetap merekomendasikan alokasi saham yang stabil di level tertinggi hampir empat tahun dalam model portofolio bulan ini, mengacu pada survei Reuters yang sebagian besar dilakukan sebelum adanya goncangan terkait galur Covid-19 teranyar di pasar saham.
Jajak pendapat Reuters pada 15-30 November 2021 terhadap 35 manajer dana dan kepala investasi di Eropa, Amerika Serikat (AS) dan Jepang menunjukkan, tidak ada perubahan dalam eksposur ekuitas alias saham yang direkomendasikan, yakni rata-rata 50,3%, tertinggi sejak akhir 2017. Sementara, eksposur obligasi (bond) juga stabil di angka 39,0%.
Akhir pekan lalu, Jumat (26/11)) para trader dan investor melakukan aksi jual besar-besaran (sell-off) saham di bursa saham AS alias Wall Street menyusul deteksi varian virus corona baru dan mungkin kebal vaksin, Omicron, sekaligus menandai minggu terburuk untuk saham global sejak awal Oktober.
Pada Senin (29/11) minggu ini, pasar saham Negeri Paman Sam sebenarnya berhasil rebound tajam seiring investor mencari 'barang murah' alias melakukan aksi buy the dip (beli saat harga murah) setelah aksi jual besar-besaran.
Namun, Wall Street kembali ambles pada Selasa (30/11) seiring ketua bank sentral AS alias The Fed Jerome Powell memberi sinyal bahwa bank sentral akan mempertimbangkan untuk mempercepat penarikan program pembelian obligasi alias tapering off pada pertemuan Desember di tengah lonjakan inflasi saat ini.
Adapun pada Rabu (1/12) Wall Street kembali kompak melorot ke zona merah pada penutupan perdagangan Rabu (1/12/2021) waktu setempat. Padahal hampir sepanjang sesi, Wall Street sempat bergerak di zona hijau.
Amblesnya tiga bursa acuan utama Wall Street terjadi setelah Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) mengkonfirmasi kasus pertama varian Covid-19 Omicron di AS. Sementara, pasar juga masih mencerna komentar ketua bank sentral AS atau The Fed soal inflasi.
"Risiko Covid-19 ini telah diperhitungkan, tetapi masih akan menjadi risiko utama bagi pasar ... harus ditekankan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah varian Omicron akan menyebabkan [pengurangan efektivitas] vaksin," Craig Hoyda, analis kuantitatif senior di abrdn, kepada Reuters.
Hoyda menambahkan, kendati mengurangi porsi saham saat ini mungkin bisa menjadi pilihan yang masuk akal, tetapi ia tidak menyetujui upaya rotasi portofolio investasi secara total.
"Meskipun ada argumen kuat untuk mengurangi risiko--pengurangan moderat untuk posisi ekuitas--tidak disarankan untuk bereaksi secara ekstrem dengan sepenuhnya merotasi portofolio," lanjut Hoyda.
Sebagai perbandingan, indeks acuan saham AS, seperti S&P 500 dan Dow Jones, masing-masing naik 21,95% dan 12,57% tahun ini, sedangkan indeks saham di Inggris dan Eropa, FTSE dan Stoxx 600 naik sekitar 9,08% dan 17,22%.
Varian Omicron muncul di tengah investor sedang fokus pada seberapa cepat bank sentral utama seperti The Fed --yang mulai mengurangi dukungannya untuk ekonomi bulan ini-- akan mulai menaikkan suku bunga untuk mengekang inflasi yang meninggi akhir-akhir ini.
"Ada rasa puas diri di pasar dan tindakan bank sentral yang turut membuat kita takut. Bank sentral terus mengulangi narasi 'sementara' (transitory), dalam semacam pengabaian risiko inflasi," kata Matteo Germano, kepala global multi-aset di Amundi.
"Inflasi sekarang ada di mana-mana: sebelumnya, itu hanya terjadi di AS dan sekarang menyebar di pasar maju dan berkembang, dengan pengecualian utama China," imbuh Matteo.
Kemudian, ditanya soal prospek kinerja perusahaan yang lebih mungkin di pasar saham lokal mereka, responden hampir terbagi rata. Sebelas dari 21 responden mengatakan rapor perusahaan akan membaik, sedangkan sisanya mengatakan akan memburuk.
"Kami tetap positif pada prospek pendapatan perusahaan untuk tahun 2022. Namun, kenaikan inflasi baru-baru ini, macetnya rantai pasokan, dan mundurnya PDB [produk domestik bruto] global adalah masalah jangka pendek," kata Peter Lowman, kepala investasi di Kuorum Investasi.
Peter melanjutkan, belanja konsumen bakal turut menopang ekonomi pada kuartal keempat tahun ini "dan ekonomi global akan meningkat hingga 2022 bersama dengan beberapa kejutan pendapatan perusahaan."
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(adf/adf)
Ada Tapering & Omicron, Fund Manager kok Masih 'Cinta' Saham? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment