Nia (bukan nama sebenarnya) mengungkap pengalaman diminta bekerja dari kantor meskipun DKI Jakarta termasuk wilayah yang menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.
Ia mengatakan pada Minggu (4/7), perusahaan tempat Nia bekerja memintanya datang ke kantor seperti biasa. Kebetulan dia memang dijadwalkan masuk setiap hari Minggu.
Nia mengira di hari kedua penerapan PPKM Darurat diterapkan, kantornya akan menerapkan bekerja dari rumah. Terlebih karena dia bekerja di sektor non-esensial alias perusahaan swasta di bidang e-commerce fashion.
"Kemarin aku ke kantor. Padahal [sektor pekerjaan] kantorku nggak ada esensial-esensialnya," ceritanya kepada CNNIndonesia.com, Senin (5/7).
Selama penerapan PPKM mikro pun, Nia masih diminta bekerja dari kantor setidaknya empat hari dalam seminggu. Dia hanya diberi jatah work from hone (WFH) satu kali seminggu.
Ia mengatakan di kantor tidak ada standar operasional prosedur (SOP) terkait protokol kesehatan. Bahkan ketika ada pegawai yang positif covid-19, kata Nia, kantor tidak mengupayakan tracing atau penulusuran kontak erat.
Nia bercerita sempat menjadi salah satu kontak erat pegawai yang terkonfirmasi covid-19. Kantornya tidak menawarkan bantuan pemeriksaan, sampai akhirnya dia inisiatif melakukan swab mandiri.
"Even swab itu enggak diganti [biayanya] sama kantor. Dari kantor juga enggak ada kesadaran untuk swab karyawannya," tutur Nia.
Penerapan jaga jarak pun tidak diterapkan di kantor. Ia mengatakan protokol kesehatan menjadi kesadaran masing-masing pegawai.
 |
Kondisi yang sama juga dialami Tasya (bukan nama sebenarnya), pegawai kantor lembaga pemerintah pusat di bidang keuangan. Sebelum PPKM Darurat diterapkan, mayoritas pegawai masih diminta bekerja dari kantor.
Meskipun bekerja di salah satu sektor esensial, Tasya mengatakan pekerjaannya bisa dikerjakan secara daring. Ia menilai tidak ada urgensi yang mendorong dirinya harus bekerja tatap muka setiap hari.
"Semua pekerjaan bisa dilakukan secara online. Bukankah seharusnya enggak ada alasan enggak bisa menerapkan full WFH?" kata Tasya kepada CNNIndonesia.com.
Tasya cerita selama pandemi dia masih harus berangkat ke kantor naik KRL dengan kondisi kereta yang penuh dengan kerumunan. Ia mengatakan mustahil menjaga jarak di kendaraan umum.
Dengan kondisi seperti ini, kata dia, kantor tidak memberikan pengecualian atau keringanan bagi pegawai yang menggunakan angkutan umum. Ia juga sering diminta datang ke kantor untuk rapat, padahal sebagian peserta mengikuti rapat secara daring.
"Dasar saya harus WFO pun tidak jelas. Setiap saya ke kantor, sifatnya cuma untuk setor muka, jaga kantor. Yang dikerjakan sama saja, tetap rapat-rapat online," tutur Tasya.
Tasya mengatakan kantornya masih sering menggelar rapat di hotel di tengah pandemi. Ia pun prihatin melihat masih banyak pejabat yang abai protokol kesehatan di acara-acara tersebut.
Buntutnya, kata Tasya, banyak pegawai di kantornya yang didapati positif covid-19. Karena kondisi tersebut, akhirnya kantor mengumumkan WFH 100 persen mulai hari ini.
"Karena makin banyak pegawai yang positif covid-19," tambah Tasya.
Seperti diketahui, pemerintah menerapkan PPKM Darurat hingga 20 Juli di Pulau Jawa dan Bali. Salah satu ketentuan yang diatur dalam kebijakan tersebut adalah penerapan WFH 100 persen.
Pengecualian aturan itu hanya diberikan untuk sektor esensial yang terdiri dari keuangan, perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan non penanganan karantina covid-19, dan industri ekspor dan impor.
Aturan juga dikecualikan bagi sektor kritikal, yakni energi, energi, kesehatan, keamanan, logistik dan transportasi, industri makanan dan minuman, petrokimia, semen, objek vital nasional, penanganan bencana, proyek strategis nasional, konstruksi, utilitas dasar, dan kebutuhan pokok.
(fey/gil)Keluh Pekerja Masih Diminta Ngantor Saat PPKM Darurat Jakarta - CNN Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment