Jakarta, CNBC Indonesia- Saham-saham farmasi serta sektor pendukungnya terpaksa tumbang pada perdagangan kemarin Rabu (23/6/2021) setelah 2 hari sebelumnya melesat akibat sentimen positif ijin terapi corona Ivermctin yang memperoleh ijin edar dari BPOM serta tren kenaikan kasus Covid-19 di Indonesia.
Data perdagangan mencatat, dari 8 saham farmasi raksasa dengan likuiditas perdagangan yang mumpuni seluruhnya tumbang ke zona merah bahkan tiga diantaranya ambruk ke level terendah yang diijinkan oleh regulator alias ARB(auto reject bawah, 7%) dan hanya satu yang stagnan.
Simak gerak saham farmasi pada perdagangan hari ini, mengacu data BEI awal sesi I:
Tercatat koreksi dipimpin oleh tiga saham yang terpaksa ambruk ke level ARB yakni PT Kimia Farma Tbk (KAEF), anak usahanya PT Phapros Tbk (PEHA), dan PT Pyridam Farma Tbk (PYFA) yang masing-masing ambruk 6,91%, 6,82%, dan 6,70%.
Selain ketiga saham tersebut terpantau saham-saham farmasi lain juga ambruk seperti distributor jarum suntik PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) dan PT Indofarma Tbk (INAF) yang hampir jatuh ke level ARB setelah terkoreksi parah masing-masing 6,53% dan 6,14%.
Selain itu saham farmasi dengan kapitalisasi pasar terbesar yakni PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) juga terkoreksi parah 4,23%.
Kenaikan saham farmasi secara serempak sejatinya hanya terjadi di hari Senin (21/6/21) dimana saham-saham kesehatan serempak melesat naik dan beramai ramai terkena ARA.
Hari selanjutnya saham-saham farmasi tersebut kompak ambruk berjamaah ke level ARB kecuali trio INAF, KAEF, IRRA yang masih mampu menghijau meski terbatas. Pada hari ini akhirnya trio saham tersebut terkoreksi beserta saham-saham farmasi lain yang turut tumbang hingga ARB.
Hal ini tentu saja membuat para pelaku pasar bertanya, sejatinya bagaimana kinerja dan valuasi saham farmasi? Apakah kenaikan kali ini hanya sesaat ataukah saham-saham ini masih murah dan layak koleksi ? Simak tabel berikut.
Apabila melihat tabel di atas maka dapat disimpulkan sejatinya di tengah pandemi Covid-19 ini saham-saham farmasi divaluasi secara premium karena kedelapan saham farmasi ini valuasi harga dibanding dengan nilai buku (PBV) sudah di atas 1 kali.
Bahkan berberapa saham farmasi sudah dihargai oleh pasar dengan valuasi yang sangat mahal seperti INAF dengan PBV 18 kali dan IRRA dengan PBV 10 kali.
Akan tetapi apabila melihat baik-baik tabel tersebut, sejatinya masih ada satu saham farmasi yang layak koleksi karena secara valuasi masih lebih murah dibanding dengan peers nya.
Saham tersebut adalah PT Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC) yang dihargai oleh pasar dengan valuasi sebesar 1,09 kali buku. Selanjutnya secara valuasi harga dibanding dengan laba bersih (PER) emiten obat-obatan ini masih tergolong murah dengan PER 6 kali.
Murahnya PER tentu tak terlepas dari kinerja cemerlang pemegang merk Oskadron dan Bodrex ini dalam mencetak laba di Q1 yakni sebesar Rp 337 miliar dan tentunya apabila kinerja ini dapat berlanjut hingga akhir tahun maka TSPC masih menarik untuk dilirik para pelaku pasar.
Apalagi emiten cenderung rutin dalam membagikan dividen setidaknya berberapa tahun terakhir yang dapat mencerminkan kualitas pengelolaan perusahaan (GCG) yang baik.
Tercatat tahun lalu TSPC membagikan dividen sebesar Rp 50/unit yang mencerminkan imbal balik hasil dividen sebesar 3,26% di harga saat ini Rp 1.535/unit.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
(trp/trp)
Market Saham Farmasi ARB Berjamaah, Masih Menarik Dikoleksi? - CNBC Indonesia
Read More
No comments:
Post a Comment