Rechercher dans ce blog

Sunday, April 25, 2021

Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Masih Berisiko Tinggi - kompas.id

Memuat data...

KOMPAS/ADITYA DIVERANTA

Guru mengamati presentasi dari siswa di SMK Negeri 44 Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (9/4/2021). Karena pandemi Covid-19, sebagian siswa melalui pembelajaran dengan protokol kesehatan ketat.

Pembelajaran tatap muka terbatas menjadi harapan untuk “menormalkan” pendidikan di masa pandemi Covid-19. Dengan membatasi jumlah siswa yang masuk sekolah dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat diharapkan sekolah tetap menjadi tempat yang aman dari risiko penularan Covid-19.

Pemerintah melalui surat kesepakatan bersama empat menteri memberikan panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi. Setelah dinilai memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam daftar periksa untuk membuka sekolah, sejumlah sekolah mulai dibuka.

Namun memenuhi daftar periksa untuk membuka sekolah belum menjamin sekolah aman dibuka. Di Jambi, misalnya, setelah sekolah dibuka pada 1 Maret 2021, muncul sejumlah kluster penularan Covid-19 di sekolah. Padahal pembukaan sekolah dilakukan setelah ada tren penurunan kasus Covid-19 di masyarakat, juga diawali dengan simulasi dan tes usap untuk sekitar 4.000 guru.

Setelah terjadi kluster sekolah di SMA Negeri 1 Jambi, SMAN 4 Jambi, SMA Titian Teras Jambi, serta SMK Pembangunan Pertanian Pemayung Batanghari, sekolah pun ditutup lagi. Ketika sekolah di Jambi dibuka pada 13 Juli 2020, tak lama kemudian juga ditutup lagi karena ada kasus Covid-19 di sebuah sekolah dasar dan peningkatan kasus Covid-19 di masyarakat.

Baca juga: Dalam Sepekan, 56 Siswa dan Guru Positif Covid-19 di SMA Titian Teras

Secara umum, kasus Covid-19 di Indonesia mulai menurun tetapi masih fluktuatif. Rasio positif (positivity rate) Covid-19 nasional masih berkisar 11-12 persen, di sejumlah daerah lebih rendah tetapi juga ada yang lebih tinggi, menunjukkan kasus penularan Covid-19 di masyarakat masih tinggi.

Kasus Covid-19 pada anak pun masih tinggi, dan menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan, masih meningkat. Data covid19.go.id per 26 Maret 2021 menunjukkan, kasus Covid-19 pada anak mencapai 12 persen dan per 24 April 2021 mencapai  12,2 persen. Tingkat kematian akibat Covid-19 pada anak juga tinggi, sekitar 3 persen.

Yang jadi concern, yang meninggal paling banyak balita dan anak usia 10-18 tahun. Ini harus menjadi perhatian kalau mau (buka) sekolah.(Aman B Pulungan)

“Yang jadi concern, yang meninggal paling banyak balita dan anak usia 10-18 tahun. Ini harus menjadi perhatian kalau mau (buka) sekolah,” kata Aman dalam diskusi panel bertema School Re-Opening: Evidence Based and Socio-cultural Consideration, Sabtu (24/3/2021) secara daring.

Memuat data...

KOMPAS/YOVITA ARIKA

Tangkapan layar risiko transmisi di sekolah dari akun Instagram Lapor Covid-19.

Dari 248 kasus kematian akibat Covid-19 pada anak, kata Aman, sekitar 46 persen terjadi pada anak usia 0-5 tahun, 33 persen pada anak usia 10-18 tahun. Tingginya komorbiditas (penyakit penyerta) pada anak serta cakupan layanan kesehatan yang belum menyeluruh menjadi penyebab tingginya angka kematian anak karena Covid-19.

Ketua IDAI Jambi Mustarim mengatakan dua anak usia 11 dan 15 tahun di Jambi yang meninggal karena Covid-19 masing-masing dengan komorbid Systemic Lupus Erythematosus (penyakit autoimun sistemik) dan diabetes militus tipe 1. Karena itu, kata Aman, anak-anak dengan penyakit-penyakit tertentu tetap tidak boleh ke sekolah di masa pandemi ini. Pemetaan siswa dan warga sekolah lainnya yang memiliki komorbiditas mutlak dilakukan.

Persiapan menyeluruh

Persiapan pembukaan sekolah juga tidak hanya perlu dilakukan di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Menjaga disiplin protokol kesehatan di sekolah mungkin lebih mudah dilakukan, tetapi bagaimana di luar lingkungan sekolah termasuk di masyarakat dan keluarga.

Catatan Kompas, protokol kesehatan cenderung kendur begitu siswa berada di luar lingkungan sekolah. Hasil evaluasi Dinas Pendidikan Kota Bekasi, Jawa Barat atas pelaksanaan uji coba PTM terbatas menunjukkan demikian (kompas, 8/4/2021). Sejumlah siswa SMK Negeri 44 Jakarta juga mengendurkan protokol jaga jarak dan penggunaan masker saat mereka pulang dari sekolah (e-paper, 12/4).

Baca juga: Pahami Cara Penularan Covid-19 pada Anak

Kurangnya kepatuhan protokol kesehatan di masyarakat memengaruhi kondisi tersebut. Pemantauan kepatuhan protokol kesehatan tingkat nasional per 10 April 2021 di laman covid19.go.id menunjukkan di sebagian besar kabupaten/kota tingkat kepatuhan pemakaian masker di masyarakat masih rendah. Baru 34,68 persen atau sekitar 120 kabupaten/kota yang masyarakatnya memiliki tingkat kepatuhan tinggi (di atas 90 persen) untuk pemakaian masker, salah satunya Jambi.

Memuat data...

Kompas/Priyombodo

Warga yang terjaring operasi yustisi tertib masker di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (15/4/2021). Operasi tertib masker terus dilakukan untuk menjaga disiplin masyarakat menggunakan masker dengan benar selama beraktivitas di luar rumah. Upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 terus dilakukan di tengah proses vaksinasi Covid-19 yang diterus dikebut. Masih banyak warga yang terjaring operasi karena tidak menggunakan masker.

Pembukaan sekolah di masa pandemi, kata pendiri Lapor Covid-19 Irma Hidayana, menyangkut banyak ekosistem, tidak hanya ekosistem sekolah. Hal ini seringkali kurang diperhatikan, padahal situasi rumah dan lingkungan tempat tinggal siswa berbeda satu sama lain dan bisa memengaruhi keamanan sekolah. “Ada yang tinggal di zona bahaya, ada yang protokol kesehatannya kendur,” kata dia.

Anggota keluarga yang tinggal satu rumah dengan siswa juga harus menjadi pertimbangan. Survei IDAI yang direspon sekitar 17.400 orangtua siswa menunjukkan 66 persen siswa tinggal di rumah yang ada orang lanjut usia (lansia) dan anak di bawah usia lima tahun (balita). Lansia dan balita juga harus dijaga ketika sekolah dibuka karena termasuk kelompok berisiko tinggi terinfeksi Covid-19. Jika anak terinfeksi Covid-19 di sekolah, dia berpotensi menularkannya pada anggota keluarga lainnya.

Memuat data...

Banyak orangtua yang masih mengkuatirkan keamanan anak-anak mereka jika PTM di sekolah. Survei IDAI menunjukkan, 46,8 persen orangtua mengizinkan anak mengikuti PTM jika sekolah menerapkan protokol kesehatan; 23,8 persen menyatakan mengizinkan jika sudah tidak ada kasus Covid-19 di sekolah; 15,1 persen mengizinkan jika ada penurunan kasus; dan 13 persen orangtua sama sekali tidak mengizinkan anak belajar di sekolah selama pandemi.

“Jadi filty filty (50:50 persen) antara mereka yang mengizinkan anak ke sekolah dengan persyaratan dan yang tidak mau sama sekali,” kata Aman.

Baca juga: Menyeimbangkan Risiko Pendidikan dan Kesehatan

Data-data tersebut menunjukkan bahwa banyak hal yang masih harus dibenahi ketika akan menyelenggarakan pembelajaran tatap muka di sekolah meski secara terbatas. Menurut Komisioner Koalisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang Pendidikan Retno Listyarti, saat ini hingga akhir tahun ajaran 2020/2021 seharusnya digunakan sebagai masa persiapan, bukan uji coba PTM terbatas. Uji coba dilakukan mulai Juli 2021, tergantung kondisi daerah.

Irma mendesak pemerintah daerah membuka data kasus Covid-19 dan tes usap lebih transparan. Data yang benar-benar merefleksikan situasi pandemi di daerah tersebut sehingga keputusan untuk membuka sekolah bisa dipertanggung jawabkan.

Let's block ads! (Why?)


Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Masih Berisiko Tinggi - kompas.id
Read More

No comments:

Post a Comment

Problema Rangkap Dilema! Andis DOS Setuju Nitro Cuman Dikelas FFA, yang Lain Gimana Nih ? - Otoinfo.id

Otoinfo- Pada musim balap dragbike 2023, Pro dan Kontra penggunaan bahan bakar ‘Nitro’ begitu santer dibicarakan. Beberapa mekanik ju...