KOMPAS.com - Mata dunia saat ini mungkin sedang tertuju di Mars dengan keberhasilan terbang pertama helikopter Ingenuity serta penjelajah Perseverance yang membuat oksigen.
Namun jauh sebelum itu, manusia telah meluncurkan Voyager 1. Wahana antariksa tersebut kini menjadi salah satu wahana antariksa tertua sekaligus objek buatan manusia yang paling jauh dari Bumi.
Mengutip Popular Science, Kamis (29/4/2021) Voyager 1 diluncurkan pertama kali pada 1977. Semenjak itu, wahana Voyager 1 juga belum pernah mendekati Bumi, tetapi justu makin menjauh dari matahari.
Baca juga: Perlombaan Peluncuran Stasiun Luar Angkasa Dimulai, Usai Rusia Kini China
Meski begitu, Seperti dilaporkan para ilmuwan baru-baru ini di The Astrophysical Journal, Voyager 1 terus mengirimkan informasi ke Bumi hingga kini di kala wahana tersebut telah memasuki dekade keempat dari misinya.
Selama beberapa dekade, Voyager 1 telah berlayar dengan kecepatan sekitar 17 kilometer setiap detik. Setiap tahun, wahana menempuh jarak 3,5 AU (jarak antara Bumi dan matahari).
Salah satu misi Voyager 1 ketika meninggalkan Bumi adalah mencari ujung tata surya. Wahana pun bertugas menemukan daerah perbatasan yang disebut heliopausa, perbatasan di mana angin matahari terlalu lemah untuk menahan medium antarbintang.
Menurut Bill Kurth, astrofisikawan di University of Iowa yang telah bekerja dengan Voyager 1 sejak sebelum diluncurkan, awalnya tak ada yang yakin di mana heliopause itu. Beberapa ilmuwan bahkan mengira heliopause sedekat 10 atau bahkan 5 AU.
Tapi pada kenyataannya jarak heliopause sekitar 120 AU. Hal tersebut terungkap setelah Voyager 1 melintasi heliopause pada Agustus 2012, tiga setengah dekade setelah meninggalkan Bumi.
Baca juga: Voyager 2 Tinggalkan Tata Surya, Siap Menjelajah Ruang Antarbintang
Selama perjalanannya mengarungi luar angkasa, wilayah yang dilintasi Voyager 1 sebagian besar sunyi. Wahana itu pun berhasil mengumpulkan berbagai informasi di luar angkasa.
Setiap berapa tahun, saat Voyager 1 mencatat lebih banyak data tentang plasma dan debu, wahana menemukan sesuatu. Misalnya pada 2012 dan 2014 lalu, Voyager 1 merasakan guncangan.
Menurut Kurth, apa yang direkam Voyager 1 adalah lonjakan magnet yang disertai dengan ledakan elektron energik yang menyebabkan medan listrik berosilasi kuat. Guncangan itu adalah efek terjauh dari matahari, beriak keluar bahkan melewati heliopause.
Kemudian apa yang ditemui Voyager 1 pada 2020 adalah lompatan lain dalam kekuatan medan magnet, tetapi tanpa osilasi listrik kuat.
Namun ilmuwan berpikir itu adalah tekanan, gangguan yang jauh lebih halus yang bergerak ke medium antarbintang seperti yang dialami pada 2017.
Baca juga: Rekor Penghuni Terbanyak, 11 Astronot Huni Stasiun Luar Angkasa
Temuan itu menurut Jon Richardson, astrofisikawan di MIT menunjukkan, bahwa Voyager 1 masih mampu mengejutkan ilmuwan dengan informasi yang didapatnya meski berada lebih dari 13 miliar mil jauhnya dari Bumi.
Hal tersebut menunjukkan pula jika matahari masih memiliki pengaruh besar, jauh di luar heliopause, karena Voyager 1 masih dapat merasakan sulur matahari.
Sayangnya, misi Voyager 1 untuk mengarungi luar angkasa tak lama lagi akan berakhir.
Plutonium-238, radioisotop yang menggerakan generator wahana tak dapat mendukung perjalanan Voyager 1.
Akibatnya, wahana mulai kehilangan bahan bakar. Para ilmuwan harus membuat pilihan bagian mana dari wahana yang harus dipertahankan agar tetap berfungsi.
Pada pertengahan 2020-an,kemungkinan wahana tak akan dapat memberi daya bahkan pada satu instrumen.
Namun ilmuwan seperti Kurth berharap dapat memperpanjang umur wahana hingga tahun 2027 yang bertepatan dengan 50 tahun peluncurannya.
Baca juga: Sendirian di Luar Angkasa, Voyager 2 akan Putus Kontak dengan Bumi
Kisah Voyager 1, Wahana Antariksa Tertua yang Masih Kirim Data Jelang Kematiannya - Kompas.com - KOMPAS.com
Read More
No comments:
Post a Comment